Ranu Kumbolo dari jauh |
Sunset @Ranu Pane |
Saya sempat mengobrol dengan supir jeep tersebut soal kondisi di Semeru. Sudah lama tidak turun hujan, kering di mana-mana. Listrik dari PLN baru masuk ke sana tahun 2001, sebelumnya menggunakan diesel. Sampai di Ranu Pane saat matahari mulai tenggelam. Usai maghrib, saya, guide saya, dan tim dari Jonggol berangkat mendaki bersama. Saya sedikit takut mengingat saya sedang menstruasi dan cukup riskan di gunung dalam kondisi seperti itu. Namun kata guide saya diniatkan baik saja, dan semoga alam tidak akan marah. Pendakian berlangsung selama 5 jam, mungkin hampir 6 jam. Saya melihat "sesuatu" di sana, dan setelah itu kehilangan fokus dan beberapa kali hampir terjatuh setelah berjalan selama 4 jam. Teringat novel 5cm, mungkin saya cuma kelelahan. Akhirnya, sampai di pos ke4 alias Ranu Kumbolo. Kabut menyelimuti danau dan gigi gemeletuk, lutut menggigil. Eh kami bertemu dengan teman Guide saya itu, dan akhirnya kami bergabung, ngobrol beberapa jam. Sumpah, dingin sekali. Saya harus tidur menggabungkan sleeping bag dengan si Guide saya itu.
Camp-camp @Ranu Kumbolo |
Ranu Kumbolo dari Tanjakan Cinta |
Kabut mulai turun |
Setelah pukul 12 dan makan siang, kami packing dan menyusur turun kembali ke Ranu Pane. perjalanan turun selama 2,5 jam, setengah dari perjalanan daki. Kabut mulai turun ketika kami berjalan turun. Di Ranu Pane, saya kembali sadar betapa lereng gunung adalah tempat terkaya dari apa yang alam berikan untuk manusia.
Insight perjalanan ini ada di setiap langkah tapak kaki saya. Tidak ada yang bersisa, hanya sebuah cerita untuk dikenang bersama. Dan saya semakin yakin Tuhan adalah semesta. Menghayati keberadaan Tuhan bukanlah dengan semakin lama kita di tempat ibadah, melainkan berada di tempat yang menunjukkan kebesaran-Nya. Siapa lagi yang bisa menciptakan keseimbangan sehebat Dia? Dia, Tuhan yang Maha Agung, yang sudah memberi keseimbangan untuk kita jaga. Lebih agung dari puncak gunung Semeru, lebih tinggi dari Mahameru.