Romantisme Bandung
Monday, July 01, 2013Hutan Cantik yang saya Bela |
Saya pikir ini akan terakhir kalinya saya ke Bandung. Mengurus tetek bengek idealisme saya yang tak terbendung di hutan yang hanya seperseratus dari luas kampus saya.
Saya pikir ini akan terakhir jumpa dengan sang pohon besar yang selalu menyambut saya di sana. Mengurus segala teriakan-teriakan yang kini sudah kami menangkan.
Kali ini pertama kalinya saya ke Kota Bandung bersama teman yang lain, si gadis sore. Dan ini pertama kalinya mata saya benar-benar terbuka untuk kota ini. Ini pertama kalinya hati saya benar-benar ingin menyambut dan menjadikan kota ini sebagai bagian dari perjalanan hidup saya. Dulu saya pernah mengeluhkan kenapa dari ribuan kilometer saya jejaki di Indonesia, dompet saya dan seluruh ID saya harus hilang di kota ini. Namun kini saya mengeluhkan kenapa saya terlambat jatuh cinta pada kota ini.
Kemarin, perjalanan saya ke Bandung memberikan banyak cerita. Tengah malam kami berdua masih melangkah beriringan menembus udara dingin. Dini hari kami masih berbagi cerita yang selama ini tidak tersampaikan. Pagi hari kami sudah melaju ke hutan yang sama-sama kami cintai. Siang hari kami bersama berlari menuju universitas di atas bukit untuk menemui sosok yang kami kagumi. Sore hari kami diantar tur singkat gratis bersama sosok itu. Senja kami ada di perjalanan kembali ke kota Jakarta, dan malam kami duduk bersama di gerbong kereta lusuh menuju Depok. Tak ada salam perpisahan atau jabat tangan, karena kami akan segera memiliki romantisme perjalanan yang lain.
"Untuk Puspita, terima kasih sudah jauh-jauh."
Begitu tulis Ananda, personil Banda Neira di CD yang sudah lama saya cari. Kami juga mengobrol banyak sejak di Babakan Siliwangi dan saat kami mengunjunginya di kampus, dari kampusnya hingga politik Bandung. Sosok yang unik, begitu kesimpulan saya dari pertemuan singkat itu.
Saya ditampar, sudah lupa pada mimpi-mimpi lama saya. Dan saya ingin bangun. Melupakan segala macam romantisme buatan manusia.
"Nada-nada yang minor. Lagu perselingkuhan. Elegi patah hati. Ode pengusir rindu. Lagu cinta melulu, kita memang benar-benar Melayu, suka mendayu-dayu. Apa memang karena kuping Melayu suka yang sendu-sendu?"
Begitu nyanyian Efek Rumah Kaca, "Cinta Melulu".
Ya, kita terlalu Melayu. Saya, terlalu Melayu.
Saatnya beranjak. Bangun, dan berjalan lebih jauh.
2 comments
EHEM
ReplyDelete"Kali ini pertama kalinya saya ke Kota Bandung bersama teman yang lain, si gadis sore."
PASTI SI GADIS SORE INI CANTIK SYEKALI YAAAAAA?
SAMPAH LO LEN. hahahaha
ReplyDeleteLet's give me a feedback!