Preference Reversal
Saturday, December 14, 2013Ayam saya: Pilih yang Mana? |
Ada satu hipotesis sekunder untuk skripsi saya yang tidak terbukti, dan secara telak H null diterima. Prediksi itu adalah soal pilihan produk yang akhirnya ingin dibeli oleh partisipan. Fenomena yang akhirnya disarankan oleh pembimbing saya tercinta untuk dibaca adalah preference reversal. Saya pikir tadinya, dari namanya berarti kita bisa saja menilai produk sangat bagus, tapi tidak membelinya. Ternyata prediksi saya, salah lagi. H null diterima.
Preference reversal dari Hsee (1996) - duh, saya ngefans sekali sama Bapak C.K. Hsee ini, pintar sekali - mengatakan bahwa ada dua kondisi saat kita membuat keputusan. Kondisi pertama adalah Joint Evaluation, saat kita dihadapkan pada banyak pilihan dan kondisi kedua adalah Separate Evaluation. Saya ingin menjelaskannya secara sangat sederhana.
Andaikan ada tawaran dari teman untuk traveling ke dua tempat: menyelam di Laguna Cabe Krakatau, atau naik gunung ke Bromo. Kebetulan, kita sama-sama suka laut dan gunung dalam derajat yang setara.
Jika kita berada pada kondisi dimana teman kita tersebut menawarkan keduanya secara bersamaan katakanlah, "lo mau ke Krakatau atau ke Bromo?", kondisi tersebut dinamakan Joint Evaluation.
Namun jika kita berada pada kondisi dimana teman kita tersebut menawarkan salah satu saja, misal hanya, "lo mau ke Krakatau ga?" atau hanya "lo mau ke Bromo nggak?", kondisi tersebut dinamakan Separate Evaluation.
Taruhan sama saya, kita akan lebih sulit membuat keputusan pada kondisi Joint Evaluation.
Studi Hsee membuktikan (kalau pengukurannya diibaratkan kasus Bromo dan Krakatau ini), bahwa kita akan lebih sulit menolak atau menerima sebuah tawaran pada kondisi Joint Evaluation, dan pilihan kita menjadi tidak rasional ketimbang kondisi Separate Evaluation.
Pada kondisi Joint Evaluation, kita akan melakukan banyak pertimbangan yang akhirnya berujung pada pengambilan keputusan yang mungkin tidak lebih rasional ketimbang dihadapkan pada satu pilihan saja. Di kondisi Joint Evaluation, kita bisa saja lebih memilih Bromo semata-mata karena cuaca sedang sering hujan, jadi tidak seru jika pergi ke laut. Bisa saja memilih Bromo karena sekedar karena perjalanan yang lalu juga ke laut, jadi akan bosan kalau ke Krakatau lagi. Beda cerita di kondisi Separate Evaluation, kita akan menerima ajakan ke Bromo, karena kita memang benar-benar sedang ingin ke Bromo, atau menolak ajakan ke Bromo, semata-mata karena memang tidak ingin ke Bromo, tanpa segala macam perbandingan dengan Krakatau. Penilaian yang benar-benar datang dari internal diri kita.
Insightnya, mungkin kita sebagai konsumen dan manusia adalah penilai dan pembanding yang buruk. Mari ke konsep yang lebih mendalam: menilai orang lain. Kita akan selalu, dan akan selalu menjadi makhluk subyektif dalam menilai orang lain. Kita bukan makhluk matematis seperti Tuhan, yang mampu mengkalkulasikan setiap pergerakan benda di dunia ini. Kita hanya makhluk penuh ketidakrasionalan.
Mungkin akan lebih mudah memilih pasangan hidup jika dihadapkan pada satu pilihan saja, ya?
Mungkin tanpa perlu membandingkan, karena hanya akan membuat pilihan kita tidak rasional?
Pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena kita sudah membahas jawabannya.
2 comments
hoaaaa! pantesan yaa kalau banyak pilihan calon itu membingungkan #eh!! :)))
ReplyDeletehahaha, kalo ka dian mah sepertinya selalu kebanyakan pilihan :D
DeleteLet's give me a feedback!