"Hari ini, filsafat sudah mati."

Tiba-tiba saya membuka headset yang saya kenakan, saya hentikan player handphone saya.

Saya terhenyak di perjalanan menuju Blok M, di tengah bis yang sudah semakin sepi melewati kompleks perkantoran Sudirman.

Di tengah perjalanan menembus gedung-gedung tinggi, pria muda bermain gitar dengan penuh penyesapan kata-kata yang ia dendangkan, satu per satu. Perlahan-lahan.

"Melihat dajal industri penjara generasi,

Industri membuat kita patuh mengkonsumsi."

Begitu sampai di kantor, saya buka laptop dan cari lagunya.

Versi lagu dari Teknoshit, Filsafat Sudah Mati.

Lagu lain yang tidak kalah luar biasa, Bumi Papua.

"Rasa curiga butakan kita, Bumi Papua diperkosa.

Sudah-sudahlah jangan kau teruskan, ini semua sia-sia.

Papua, negeri indah bumi pertiwi,

Di ufuk jasirah timur Nusantara,

berlimpah anugrah yang terampas,

Gagahnya bumi telah diperkosa,

Megahnya bumi telah dilucuti,

Lebat-lebat hutan Papua seolah bertanya, untuk apa

kita bersama hidup dalam satu bangsa dengan senjata tanpa cinta?"

--

Nietzsche pernah dengan sangat pesimis menyatakan,

Tuhan sudah mati - Gott is tot, karena kita telah membunuh-Nya.

Jika hari ini pernyataan tersebut sudah tiba,

Filsafat sudah mati - mungkin karena kita yang telah membunuhnya.

Memperkosa pikiran diri sendiri dengan hal-hal yang tidak perlu, dan menghapuskan hal-hal yang lebih fundamental.

Kita tikam, kita rampas, kita penggal.

Filsafat adalah sebuah cinta, buah pemikiran, kalau dalam kamus Oxford:

Philosophy -

the study of the fundamental nature of knowledge, reality, and existence,

a set of theories of a particular philosopher,

the study of the theoretical basis of a branch of knowledge or experience.

Ya. Filsafat adalah mother of knowledge, ibu dari segala ilmu.

Fundamental.

Berpikirlah.

Berpikirlah bagaimana caranya supaya kata merdeka,

bukan lagi sekedar kata tanpa makna.

Berpikirlah agar kita sadar bahwa kita belum tahu apa-apa di luar sana.

Filsafat,

tidak boleh mati hari ini!